Sabtu, 02 Juni 2012

BAB II " ASPEK-ASPEK KRIMNOLOGI KEJAHATAN CYBER CRIME"



1.          Pengertian Krimnologi
Pembicaraan tentang kejahatan sesungguhnya merupakan suatu hal yang tak lepas sejarah manusia. Dari kisah klasik, tentang bapak manusia, yang di dalamnya mengisahkan tentang “kejahatan (pembunuhan) pertama” di bumi.
            Salah satu disiplin ilmu yang mengkonsentrasikan diri pada adalah krimnologi. Sebagai sesuatu ilmu, tentu krimnologi mempunyai nilai guna bagi umat manusia yaitu untuk mengkaji suatu masalah dalam perspektif. Kejahatan juga terus berkembang seiring dengan perkembangan hasil budaya itu sendiri.
            J.E. Sahetapy telah mengatakan dalam tulisannya, ini berarti semakin tinggi tingakt budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin modern pula kejahatan itu dalam bentuk, sifat, dan cara pelaksanaanya.
Stuherland juga mengatakan krimnologi adalah keseluruhan ilmu-ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kejahatan sebagai gejala masyarakat.
Selanjutnya menurut pakar yang bernama Michael dan Adler memberikan definisi atau pengertian tentang kriminologi sebagai keseluruhan keterangan tentang perbuatan dan sifat, lingkungan penjahat dan pejabat memperlakukan penjahat serta reaksi masyrakat terhadap penjahat.
            B. Simandjuntak dan I.L. Pasaribu  (1984) memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu, pengetahuan yang mempelajari, menyelidiki sebab-sebab kejahatan dan gejala kejahatan dalam arti yang  "seluas-luasnya. Yang dimaksud mempelajari gejala kejahatan seluas-luasnya, termasuk mempelajari penyakit sosial (pelacur, kemiskinan, gelandangan dan alkoholisme) .

2.         Pengertian Kejahatan
Secara empiris definisi kejahatan dapat dilihat dari dua perspektif, pertama adalah kejahatan dalam perspektif yuridis, kejahatan dirumuskan sebagai perbuatan yang oleh negara diberi pidana. Pemberian pidana ini dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan itu. Perbuataan atau kejahatan itu dalam ilmu hukum biasa disebut dengan tindak pidana (straftbaarfeit).
            Kedua, kejahatan dalam perspektif sosiologis (krimnologis) merupakan suatu perbuatan yang dari  sisi sosiologis merupakan kejahatan sedangkan dari segi yuridis (hukum positif) bukan merupakan kejahatan. Artinya, perbuatan tersebut oleh negara tidak dijatuhi pidana. Perbuatan ini dalam ilmu hukum pidana disebut dengan perbuataan tersebut patut atau pantas di pidana (strafwaardig).
            B. Simandjuntak mengatakan, kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.
            Batasan kajahatan menurut Bonger adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan (hukuman atau penderitaan). Selanjutnya Bonger mengatakan “kejahatan merupakan sebagian dari perbuatan anti sosial. Oleh sebab itu  maka perbuatan immoral adalah perbuatan anti sosial.
            Secara sosiologis kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis, dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang telah tercakup dalam undang-undang, maupun yang belum tercakup dalam undang-undang pidana).

3.         Pengertian Kejahatan Cyber Crime
Pada perkembangan internet ternyata membawa sisi negatif, dengan membuka peluang munculnya  tindakan-tindakan anti sosial yang selama ini dianggap tidak mungkin terjadi atau terpikirkan akan terjadi. Sebuah teori menyatakan, crime is product of society its self, yang secara sederhana dapat diartikan bahwa masyarakat itu sendirilah yang menghasilkan kejahatan.
            Menurut kepolisian inggris, cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital.
Indra Safitri mengemukakan, cyber crime adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan seuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengendalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan di akses oleh pelanggan internet.

4.         Cyber Low
Internet mengingat ruang lingkup cyber law adalah:
a.        Hak cipta (copy right)
a.       Hak merek (trademark)
b.      Pencemaran nama baik (defamation)
c.       Fitnah, penistaan, penghinaan, (hate speech)
d.      Serangan terhadap fasilitas komputer (hacking, viruses, illegal access)
e.       Pengaturan sumber daya internet seperti IP-adres, domain name dll;
f.       Kenyamanan individu (privacy)
g.      Prinsip kehati-hatian(dutycare)
h.      Tindakan criminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat
i.        Isu procedural seperti yurisdiksi, pembuktian, penyidikan,dll
j.        Kontar/transaksi elektronik dan tangan digital
k.      Pornografi,termasuk pornografi anak
l.        Pencurian melalui internet
m.    Perlindungan konsumen
n.      Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian manusia seperti E-Commerce,
E-Government, E-Education dan lain sebagainya.

5.          Teori-teori krimnologi
Berikut ini diuraikan secara singkat beberapa teori krimnologi dari para krimnologi terkemuka.
            Pertama adalah teori anomi. Istilah anomie ini diperkenalkan oleh dua tokoh krimnologi, yaitu Emile Durkheim dam Robert K. Konsep anomi tersebut sering diartikan pula sebagai keadaan (masyarakat) tanpa norma. Dan kedaan ini sangat mempermudah terjadinya penyimpangan tingkah laku.
            Kedua adalah teori bio-sosiologis. Teori ini merupakan integrasi atau pengkombinasian dari teori biologis-antropologis dengan sosiologis. Teori ini dibangun oleh Enrico Ferri, yang merupakan murid dari Cesare Lombrosso. Teori lombrosso ini disempurnakan oleh Enrico Ferri, dengan menekan bahwa kejahatan terjadi karena adanya hubungan yang erat antara faktor fisik, antropologis dan sosial.
-           Faktor-faktor fisik: suku bangsa, iklim, letak geografis, pengaruh-pengaruh musim, temperatur, dan sebagainya.
-           Faktor-faktor anthropologis: umur, kelamin, kondisi-kondisi organis, kondisi-kondisi psikologis, dan sebagainya.
-           Faktor-faktor sosial: rapatnya penduduk, kebiasaan, susunan pemerintahan, kondisi- kondisi industri, dan sebagainya.
            Selanjutnya yang ketiga adalah teori control dan containment. Teori ini menunjukan
pada pembahasan lebih delinkuensi dan kejahatan dikaitkan dengan variable-variable yang
bersifat sosiologis; antara struktur keluarga, pendidikan , kelompok dominan.
            Yang keempat adalah teori differencial association. Teori ini diletuskan oleh Edwin
H. Sutherland mengemukakan bahwa tingkah laku kriminil adalah tingkah laku yang
Dipelajari (learning proses).