Pembicaraan tentang kejahatan
sesungguhnya merupakan suatu hal yang tak lepas sejarah manusia. Dari kisah
klasik, tentang bapak manusia, yang di dalamnya mengisahkan tentang “kejahatan
(pembunuhan) pertama” di bumi.
Salah
satu disiplin ilmu yang mengkonsentrasikan diri pada adalah krimnologi. Sebagai
sesuatu ilmu, tentu krimnologi mempunyai nilai guna bagi umat manusia yaitu
untuk mengkaji suatu masalah dalam perspektif. Kejahatan juga terus berkembang
seiring dengan perkembangan hasil budaya itu sendiri.
J.E.
Sahetapy telah mengatakan dalam tulisannya, ini berarti semakin tinggi tingakt
budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin modern pula kejahatan itu
dalam bentuk, sifat, dan cara pelaksanaanya.
Stuherland juga
mengatakan krimnologi adalah keseluruhan ilmu-ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan kejahatan sebagai gejala masyarakat.
Selanjutnya
menurut pakar yang bernama Michael dan Adler memberikan definisi atau
pengertian tentang kriminologi sebagai keseluruhan keterangan tentang perbuatan
dan sifat, lingkungan penjahat dan pejabat memperlakukan penjahat serta reaksi
masyrakat terhadap penjahat.
B.
Simandjuntak dan I.L. Pasaribu (1984)
memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu, pengetahuan yang mempelajari,
menyelidiki sebab-sebab kejahatan dan gejala kejahatan dalam arti yang "seluas-luasnya. Yang dimaksud
mempelajari gejala kejahatan seluas-luasnya, termasuk mempelajari penyakit
sosial (pelacur, kemiskinan, gelandangan dan alkoholisme) .
2. Pengertian Kejahatan
Secara empiris definisi kejahatan
dapat dilihat dari dua perspektif, pertama
adalah kejahatan dalam perspektif yuridis, kejahatan dirumuskan sebagai
perbuatan yang oleh negara diberi pidana. Pemberian pidana ini dimaksudkan
untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan itu.
Perbuataan atau kejahatan itu dalam ilmu hukum biasa disebut dengan tindak
pidana (straftbaarfeit).
Kedua, kejahatan dalam perspektif
sosiologis (krimnologis) merupakan suatu perbuatan yang dari sisi sosiologis merupakan kejahatan sedangkan
dari segi yuridis (hukum positif) bukan
merupakan kejahatan. Artinya, perbuatan tersebut oleh negara tidak dijatuhi
pidana. Perbuatan ini dalam ilmu hukum pidana disebut dengan perbuataan
tersebut patut atau pantas di pidana (strafwaardig).
B.
Simandjuntak mengatakan, kejahatan
adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat
dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.
Batasan
kajahatan menurut Bonger adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang
memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan
(hukuman atau penderitaan). Selanjutnya Bonger mengatakan “kejahatan merupakan
sebagian dari perbuatan anti sosial. Oleh sebab itu maka perbuatan immoral adalah perbuatan anti
sosial.
Secara
sosiologis kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku
yang secara ekonomis, politis, dan sosial-psikologis sangat merugikan
masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga
masyarakat (baik yang telah tercakup dalam undang-undang, maupun yang belum
tercakup dalam undang-undang pidana).
3. Pengertian Kejahatan Cyber Crime
Pada perkembangan internet
ternyata membawa sisi negatif, dengan membuka peluang munculnya tindakan-tindakan anti sosial yang selama ini
dianggap tidak mungkin terjadi atau terpikirkan akan terjadi. Sebuah teori menyatakan,
crime is product of society its self, yang
secara sederhana dapat diartikan bahwa masyarakat itu sendirilah yang
menghasilkan kejahatan.
Menurut
kepolisian inggris, cyber crime
adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal
berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital.
Indra Safitri
mengemukakan, cyber crime adalah
jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan seuah teknologi informasi
tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa
teknologi yang mengendalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan
kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan di akses oleh pelanggan
internet.
4. Cyber Low
Internet
mengingat ruang lingkup cyber law adalah:
a. Hak cipta (copy right)
a. Hak merek (trademark)
b. Pencemaran nama baik (defamation)
c. Fitnah, penistaan, penghinaan, (hate speech)
d. Serangan terhadap fasilitas komputer (hacking, viruses, illegal access)
e. Pengaturan sumber daya internet seperti IP-adres, domain name dll;
f. Kenyamanan individu (privacy)
g. Prinsip kehati-hatian(dutycare)
h. Tindakan criminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat
i.
Isu procedural seperti yurisdiksi, pembuktian,
penyidikan,dll
j.
Kontar/transaksi elektronik dan tangan digital
k. Pornografi,termasuk pornografi anak
l.
Pencurian melalui internet
m. Perlindungan konsumen
n. Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian manusia seperti
E-Commerce,
E-Government, E-Education dan lain sebagainya.
5. Teori-teori krimnologi
Berikut ini diuraikan secara
singkat beberapa teori krimnologi dari para krimnologi terkemuka.
Pertama
adalah teori anomi. Istilah anomie
ini diperkenalkan oleh dua tokoh krimnologi, yaitu Emile Durkheim dam Robert K.
Konsep anomi tersebut sering diartikan pula sebagai keadaan (masyarakat) tanpa
norma. Dan kedaan ini sangat mempermudah terjadinya penyimpangan tingkah laku.
Kedua
adalah teori bio-sosiologis. Teori
ini merupakan integrasi atau pengkombinasian dari teori biologis-antropologis
dengan sosiologis. Teori ini dibangun oleh Enrico Ferri, yang merupakan murid
dari Cesare Lombrosso. Teori lombrosso ini disempurnakan oleh Enrico Ferri,
dengan menekan bahwa kejahatan terjadi karena adanya hubungan yang erat antara
faktor fisik, antropologis dan sosial.
- Faktor-faktor fisik: suku bangsa,
iklim, letak geografis, pengaruh-pengaruh musim, temperatur, dan sebagainya.
- Faktor-faktor anthropologis: umur,
kelamin, kondisi-kondisi organis, kondisi-kondisi psikologis, dan sebagainya.
- Faktor-faktor sosial: rapatnya
penduduk, kebiasaan, susunan pemerintahan, kondisi- kondisi industri, dan
sebagainya.
Selanjutnya yang ketiga adalah
teori control dan containment. Teori ini menunjukan
pada pembahasan lebih delinkuensi dan kejahatan dikaitkan dengan variable-variable yang
bersifat sosiologis; antara struktur keluarga, pendidikan , kelompok dominan.
Yang keempat adalah
teori differencial association. Teori
ini diletuskan oleh Edwin
H. Sutherland mengemukakan bahwa tingkah laku kriminil adalah tingkah
laku yang
Dipelajari (learning proses).